CLICK HERE to book mark

English    Indonesia

Sunday, October 02, 2005

Absennya Demokrasi di Dunia Islam (2)

Oleh Asghar Ali Engineer, Direktur Institute of Islamic Studies,Mumbai.
Alih bahasa oleh Khairurrazi*


Nabi Muhammad menunjukkan sikap respek pada harga diri manusia tanpa melihat status sosial seseorang. Perhatiannya adalah untuk membentuk sebuah masyarakat tanpa konsep hirarki sosial. Pada masa itu perhatian Nabi ini merupakan langkah revolusioner. Tidak ada masyarakat tanpa adanya hirarki sosial pada waktu itu. Bahkan demokrasi modern-pun memiliki hirarki sosialnya sendiri.

Demokrasi modern secara teoritis menyepakati adanya hak-hak persamaan pada seluruh warga negara tetapi sejumlah warga pada kenyataanya memiliki prevelese lebih dari yang lain. Visi Islam tidak mengakui privelese semacam itu. Bahkan seorang budak kulit hitam dapat mengklaim privelese yg sama sebagaimana Muslim yg lain. Bukanlah tanpa makna penunjukan Nabi atas budak Bilal yg baru dimerdekakan menjadi muazzin (tukang adzan), sebuah kehormatan yang dicemburui oleh banyak sahabat yang menikmati status tinggi di masyarakat waktu itu.

Nabi Muhammad berbuat demikian untuk memberikan contoh dan preseden positif. Masyarakat demokratis yang sebenarnya hendaknya tidak hanyak menyepakati kesempatan yang sama pada warganya dan membuat mereka sama statusnya di hadapan hukum tetapi lebih dari itu hendaknya melakukannya dalam praktek.

Pada kenyataannya warga yang memiliki privelese lebih adalah lebih memiliki persamaan dari pada warga yang kurang menikmati privelese.Sementara Islam mencoba membentuk sebuah masyarakat yang betul-betul berspirit demokratis, Nabi melakukannya dalam kehidupan sehari-hari untuk memberi teladan pada yang lain. Beliau sadar bahwa sejumlah orang akan menuntut privelese lebih dan Nabi mencoba mengurangi keinginan semacam itu. Nabi memberikan perhatian tinggi pada kelompok Ashab as-Suffa yang sangat miskin dan secara sosial berkelas marjinal akan tetapi sangat berdedikasi dalam kepentingan Islam. Nabi sendiri tidak pernah menempati posisi kekuasaan politis apapun. Nabi esensinya adalah guide spiritual yang mendapatkan respek dan penghargaan tinggi.

Konsep Ummah-nya juga sangat inklusif. Nabi memasukkan Yahudi, penyembah berhala dan Muslim di dalamnya. Beliau memberi mereka kebebasan penuh untuk mengikuti dan menjalankan kepercayaan masing-masing tanpa halangan. Ini juga merupakan pendekatan demokratik yang sangat modern.

Akan tetapi, negara-negara Muslim saat ini memperlakukan non-Muslim sebagai warga kelas dua dan tidak memberikan hak-hak yang sama. Masyarakat demokratis modern memberikan hak yang sama pada umat Islam di manapun mereka berstatus sebagai minoritas. Tetapi negara-negara Muslim, tidak semuanya, tapi cukup banyak, tidak berbuat demikian. Ini bukanlah masalah balas jasa (reciprocation) akan tetapi soal prinsip.

Apalagi Nabi sendiri telah memberikan contoh dalam hal ini. Nabi tidak pernah memberikan isyarat preseden sekecil apapun adanya perlakuan tidak adil terhadap non Muslim. Maulana Husain Ahmed Madani, ulama besar dari Darul Ulum Deoband, India, mengutip dari hadits Nabi bahwa sebuah komposit negara-bangsa sudah sesuai dengan spirit ajaran islam.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Subscribe in Rojo Subscribe in NewsGator Online Add Article to Newsburst from CNET News.com Add to Google Add to My AOL Subscribe in FeedLounge Subscribe in Bloglines Add Article to ODEO Subscribe in podnova
eXTReMe Tracker